Guru kesenian yang sesuai dengan syarat dan criteria yang ditentukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sangat sulit didapatkan di NTB. Hal itu terbukti dengan sedikitnya guru kesenian yang masuk pada formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada setiap angkatan. Dalam hal ini, Perguruan Tinggi (PT) di NTB perlu membuka jurusan guru kesenian. Dengan demikian, NTB tidak lagi krisis guru kesenian.
“ Kami sulit mencari guru kesenian, baik seni lukis, seni tari dan seni lainnya yang sesuai dengan syarat Kemendikbud. Dari 10 orang yang dicari pada formasi CPNS misalnya, paling banyak kita dapat 3-4 orang. Bahkan kadang kita tidak dapat sama sekali,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB, Drs. H. L. Syafi’i, MM, kepada wartawan, di Mataram, Senin (23/7).
Syafi’i mengungkapkan, sulitnya mendapat guru seni dan budaya akan berdampak pada kesadaran di setiap sekolah akan pentingnya warisan budaya local yang ada di NTB. Di mana, sekolah yang memiliki guru seni dan budaya dapat dipastikan memiliki kepedulian yang cukup tinggi dengan seni dan budaya local NTB. Hal itu dapat terlihat dari adanya program berkunjung ke museum atau tempat-tempat bersejarah di NTB kepada para siswanya.
Sebalikya lanjut Syafi’i, bagi sekolah yang tidak memiliki guru seni dan budaya, maka program semacam itu sangatlah kurang. Mengatasinya, pemerintah telah melakukan redesign bagi para guru. Di mana, para guru diberikan pemahaman tentang pentingnya budaya dan kearifan local untuk diteruskan kepada siswa-siswanya. Paradigm guru harus dirubah agar dapat ikut bertanggungjawab untuk melestarikan warisan budaya Indonesia, termasuk NTB.
“ Kami sulit mencari guru kesenian, baik seni lukis, seni tari dan seni lainnya yang sesuai dengan syarat Kemendikbud. Dari 10 orang yang dicari pada formasi CPNS misalnya, paling banyak kita dapat 3-4 orang. Bahkan kadang kita tidak dapat sama sekali,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB, Drs. H. L. Syafi’i, MM, kepada wartawan, di Mataram, Senin (23/7).
Syafi’i mengungkapkan, sulitnya mendapat guru seni dan budaya akan berdampak pada kesadaran di setiap sekolah akan pentingnya warisan budaya local yang ada di NTB. Di mana, sekolah yang memiliki guru seni dan budaya dapat dipastikan memiliki kepedulian yang cukup tinggi dengan seni dan budaya local NTB. Hal itu dapat terlihat dari adanya program berkunjung ke museum atau tempat-tempat bersejarah di NTB kepada para siswanya.
Sebalikya lanjut Syafi’i, bagi sekolah yang tidak memiliki guru seni dan budaya, maka program semacam itu sangatlah kurang. Mengatasinya, pemerintah telah melakukan redesign bagi para guru. Di mana, para guru diberikan pemahaman tentang pentingnya budaya dan kearifan local untuk diteruskan kepada siswa-siswanya. Paradigm guru harus dirubah agar dapat ikut bertanggungjawab untuk melestarikan warisan budaya Indonesia, termasuk NTB.
(sumber: global Fm Lombok)
Posting Komentar
Terimakasih atas Kunjungan anda di blog BEM STKIP Hamzanwadi Selong